top of page
Writer's pictureEto Kwuta

Dari Kelas Puisi hingga Baca Puisi

Oleh: Eto Kwuta*


Sebuah proses belajar membutuhkan kerja keras, disiplin, dan konsisten dengan tujuan. Hal ini dibuat oleh Komunitas Sastra Kune Bara Syuradikara, sebuah ruang ekspresi seni yang di dalamnya ada beberapa kelas yang mendorong anggotanya menjadi lebih mandiri.


Ketika tahun ajaran baru 2024-2025 mulai berjalan, kami menyusun program beberapa kelas yang harus dijalankan. Ketika sudah mulai berjalan, banyak anak kelas X sangat antusias, apalagi mereka ingin fokus pada satu ruang ekspresi seperti seni itu sendiri. Diketahui, Komunitas Sastra Kune Bara Syuradikara menjalankan kelas seperti kelas puisi, kelas teater, kelas cerpen, kelas pentigraf, kelas cipta lagu, dan kelas pantun.


Sejak berdirinya pada 2018, Bruder Kristianus Riberu, SVD, kini sebagai Kepala SMA Swasta Katolik Syuradikara, membawa visi komunitas ini untuk tujuan berkesenian. Dalam proses, komunitas ini telah menghasilkan tiga buku. Buku pertama adalah Kumpulan Puisi Bukan Buku Saya, kedua, Kumpulan Cerpen Di Tepi Jalan Kenangan, ketiga, kumpulan puisi Bahasa Inggris, dan keempat, kumpulan puisi Larik Rasa, dalam proses terbit bersama penerbit Pohon Cahaya.


Hasil karya ini merupakan produk komunitas ini dengan tujuan membangun kemandirian ekonomi. Menurut Bruder Kristianus, buku keempat, Larik Rasa akan menjadi produk yang memberikan kemandirian ekonomi. Dengan kata lain, hasil penjualan buku ini, akan diperuntukkan demi membangun proses berkesenian di dalam komunitas. Intinya adalah komunitas ini bisa mandiri secara ekonomi, menghasilkan uang sendiri dan menghidupkan dirinya sendiri. Pertanyaan untuk kita, apakah idealisme ini bisa menjadi kenyataan? Jawabannya tergantung kebijakan dan kesempatan untuk membangun manajemen komunitas secara baik.


Kelas Puisi hingga Baca Puisi


Terlepas dari produk itu, mari kita melihat kelas puisi hingga kelas baca puisi. Konteks kelas ini adalah mendorong anak-anak bisa menjadi penulis atau penyair generasi z yang hebat kelak. Ini bukan soal embel-embel di luar sana, tapi soal revolusi mental anak-anak. Kita melatih mereka untuk menciptakan sesuatu dengan tujuan yang positif, yakni membangun kultur baca dan tulis.

Bicara kultur sama dengan kita bicara pembiasan berkala yang tidak bosan-bosannya dikerjakan. Walaupun dengan jumlah yang sedikit, anak-anak bisa menjadi lebih berkualitas kelak. Kondisi ini mengingatkan saya pada beberapa event di dalam dan luar sekolah, di mana anak-anak sastra tampil memukau hingga meraih juara di berbagai level.


Sebuah contoh, ada Prisly Wara, Novrin Odje, Krisan Djago, dan masih banyak lagi. Mereka menunjukkan bahwa berproses itu butuh komitmen dan kerja keras. Hasilnya, seperti yang kita saksikan.


Apresiasi


Untuk itu, sebagai pendamping komunitas ini, saya mengajak kita untuk mengapa anak-anak yang sudah menunjukkan progres positif. Mereka sudah menyelesaikan kelas puisi dan mengakhiri dengan baca puisi yang akan di-upload di kanal YouTube Komunitas Sastra Kune Bara juga Tiktok dan Facebook komunitas ini.

Dengan demikian, mari kita bekerja sama untuk mendorong ekstrakurikuler kita tetap maju menjadi ruang ekspresi untuk anak-anak ke depan. Salam Komunitas Sastra Kune Bara."


*Pendamping Komunitas Sastra Kune Bara

Comments


bottom of page